Peran lingkungan keluarga dalam membentuk kepribadian anak
Oleh : Emi Nur Hayati Ma’sum Sa’id
Prolog
lingkungan
memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Khususnya
lingkungan keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Peran
lingkungan dalam mewujudkan kepribadian seseorang, baik lingkungan pra
kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak
bisa dipungkiri khususnya lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga
adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap manusia. Banyak hadis
yang meriwayatkan pentingnya pengaruh keluarga dalam pendidikan anak
dalam beberapa masalah seperti masalah aqidah, budaya, norma, emosional
dan sebaginya. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan
kepribadian anak sejak dini. Dengan kata lain kepribadian anak
tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan
lingkungannya. Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan
berdasarkan fitrah, Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya dia
yahudi atau Nasrani atau majusi”.[1]
Perlu
ditekankan bahwa lingkungan tidak seratus persen mempengaruhi manusia,
karena Allah menciptakan manusia disertai dengan adanya ikhtiar dan hak
pilih. Dengan ikhtiarnya, manusia bisa mengubah nasibnya sendiri. Dalam
tulisan ini penulis ingin mencoba mengkaji peran lingkungan keluarga
dalam pembentukan pribadi seseorang.
Lingkungan
adalah sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan dan
potensi genetik seseorang dan ia berperan dalam menyiapkan
fasilitas-fasilitas atau bahkan menghambat seseorang dari pertumbuhan.[2]
Lingkungan
jika dihadapkan dengan genetik ia adalah faktor luar yang berpengaruh
dalam pembentukan dan perubahan kepribadian seseorang baik itu
faktor-faktor lingkungan pra kelahiran atau pasca kelahiran yang
mencakup lingkungan alam, lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial.
Lingkungan sosial juga mencakup lingkungan keluarga, sekolah, mazhab dan
sebaginya.
Pentingnya lingkungan
Lingkungan
sosial manusia adalah faktor penting dalam pembentukan ciri khas
kejiwaan dan norma manusia, bahasa dan adab serta kearifan lokal. agama
dan mazhablah pada umumnya yang memaksakan lingkungan sosial terhadap
manusia.[3]
Syahid
Mutahhari berkata, “manusia meskipun ia tidak bisa memisahkan
hubungannya dengan genetik, lingkungan alam, lingkungan sosial dan
sejarah zaman secara keseluruhan, akan tetapi ia mampu melawannya
sehingga bisa membebaskan dirinya dari ikatan faktor-faktor ini. Dari
satu sisi manusia dengan kekuatan akal dan ilmunya dan dari sisi lain
dengan kekuatan ikhtiar dan imamnya ia mampu melakukan perubahan pada
faktor-faktor ini. Faktor-faktor ini ia rubah sesuai dengan kemauannya,
sehingga ia menjadi pemilik bagi nasibnya sendiri.[4]oleh
karena itu benar kalau kita katakan bahwasanya lingkungan memiliki
peran mendasar dalam pembentukan kepribadian manusia akan tetapi bukan
faktor penentu yang pasti karena manusia memiliki ikhtiar.
Kepribadian
Kata
kepribadian berasal dari bahasa Italia dan inggris yang berarti persona
atau personality yang berarti topeng. Akan tetapi sampai saat ini asal
usul kata ini belum diketahui.[5]
Konteks
asli dari kepribadian adalah gambaran eksternal dan sosial. hal ini
diilustrasikan berdasarkan peran seseorang yang dimainkannya dalam
masyarakat. Pada dasarnya manusialah yang menyerahkan sebuah kepribadian kepada masyarakatnya dan masyarakat akan menilainya sesuai degan kepribadian tersebut.
Definisi
kepribadian memiliki lebih dari lima puluh arti akan tetapi definisi
kepribadian yang penulis maksud di sini adalah himpunan dan ciri-ciri
jasmani dan rohani atau kejiwaan yang relatif tetap yang membedakan
seseorang dengan orang lain pada sisi dan kondisi yang berbeda-beda.[6]
Lingkungan keluarga
Keluarga
merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam
sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota
keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah
dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam
berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan
pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak
tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta
lingkungannya.
Kedua
orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan
kepribadian anak. Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah
rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih sebagai
dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula
pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan
pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra
kelahiran yang mencakup cara memilih pasangan hidup
dan adab berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup
pembacaan azan dan iqamat pada telinga bayi yang baru lahir, tahnik (meletakkan buah kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang bagus buat bayi, aqiqah
(menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir miskin), khitan dan
mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah seharga emas atau perak yang
ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan amalan-amalan ini sangat
berpengaruh pada jiwa anak.
Perilaku-perilaku
anak akan menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga
dan pada saat yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya
secara bertahap dan memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada
kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan. [7]
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak.
Ayah
dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak.
Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan
sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan
perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan
pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga.
Keluarga
berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat.[8]
Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya.
Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak,
jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan
dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh.
Banyak hadis yang mengisyaratkan tentang pengaruh genetik dan lingkungan dalam pendidikan anak. Hadis yang mengisyaratkan
tentang pengaruh genetik, “Orang yang bahagia adalah orang yang sudah
bahagia semenjak ia berada di dalam perut ibunya dan orang yang celaka
adalah orang yang sudah celaka semenjak ia berada di dalam perut
ibunya”.[9]
Hadis yang mengisyaratkan tentang pengaruh lingkungan: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi atau Nasrani atau majusi”.[10]
Faktor-faktor
ini (genetik dan lingkungan) secara terpisah atau dengan sendirinya
tidak bisa menentukan pendidikan tanpa adanya yang lainnya, akan tetapi
masing-masing saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan
kepribadian seseorang sehingga jika salah satunya tidak banyak
dipergunakan maka yang lainnya harus dipertekankan lebih keras.[11]
Berdasarkan
hadis Rasul saw yang mengatakan, “Anak adalah raja selama tujuh tahun
pertama dan hamba pada tujuh tahun kedua serta teman musyawarah pada
tujuh tahun ketiga”,[12]
menunjukkan bahwa masa kehidupan anak dibagi menjadi tiga masa. Orang
tua harus tahu bahwa cara menghadapi anak harus berdasarkan ketiga masa
ini. jika kedua orang tua menjalankan dengan baik metode-metode yang
diberikan Islam maka mereka nantinya bisa menyerahkan anak yang berkepribadian baik kepada masyarakat.
Betul, konteks kepribadian yang sudah didefinisikan pada pembahasan di atas tidak
ada kaitannya dengan kepribadian baik atau buruk, akan tetapi dalam
tulisan ini penulis berusaha mengkaji kepribadian yang baik dan positif
dalam bingkai peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak.
Kedua
orang tua memiliki tugas di hadapan anaknya di mana mereka harus
memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak pada awal masa kehidupannya
memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya. Dengan dipenuhinya
kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan anak yang
riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak,
konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap
nilai-nilai kemanusiaan dalam al-Quran, begitu juga kedua orang tua
harus memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah psikologi dan
tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia. Dengan demikian kedua orang
tua dalam menghadapi anaknya baik dalam berpikir atau menghukumi mereka, akan bersikap sesuai dengan tolok ukur yang sudah ditentukan dalam al-Quran.
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:
1.
Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika
anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang
tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi
masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya
dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam
urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka,
maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang
bagi kesempurnaan kepribadian mereka.[13]
2.
Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan
menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan
pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya
keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi
hak pilih.[14]
3.
Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini
bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan
kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan
alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi
kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku
mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada
waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka
yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus
bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.[15]
4.
Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap
anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka,
karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani
dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan
menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang
ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya
sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya
bermanfaat dan penting.[16]
5.
Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak).
Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka
selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah
memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta
pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua
harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan
hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan
sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka
anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan
menyiapkan sarana penyelewengan anak.
Dan
yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya
teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian,
begitu juga anak secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua
orang tua di sini berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada
tataran teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka
mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak serta emosional kepada
anak-anaknya, pertama mereka sendiri harus mengamalkannya. Sebagaimana
Nabi Muhammad saw sebagai teladan bagi umatnya, pertama beliau sebagai
pelakunya. Allah swt dalam al-Quran berfirman, “Sesungguhnya ada pada
kalian teladan yang baik dalam diri Rasulullah saw.’[17]
Dalam ayat lain Allah swt berfirman, “Sesungguhnya ada pada kalian
teladan yang baik dalam diri Nabi Ibrahim as dan orang-orang yang
bersamanya”.[18]
[1] . Al-Kulaini, Muhammad bin Ya’kub, Alkafi, Tehran, Dar-Al-Kitab Ali-Islamiyah, tahun 1413, jilid 7, hal 16, footnote 2.
[2]
. Ahmadi Ali Asghar, farahani Muhammad Taqi, Rawan shenasi umumi,
tingkat kardani pendidikan guru, Tehran,(sherkate cap wa nashre
kitabhaye darsi iran) percetakan buku-buku pelajaran iran, 1368 HS, hal
61.
[3]
. Muthahhari, Murtdha, Muqaddameh-i bar insan dar jahan bini islami,
jil 4 (insan dar quran) Tehran, Sadra, cetakan ke 8, tahun 1373, hal 38.
[4] . Idem, hal 38.
[5] . Ahmadi Ali Asghar, farahani Muhammad Taqi, Rawan shenasi umumi, tingkat kardani pendidikan guru, hal 178.
[6] . Ibid hal 177.
[7] . Hasan Biklu, Behruz, Rawanshenasi khanewade, Sar Omade Kawush, Tehran, cetakan pertama, tahun 1380 HS, hal 145.
[8] . Hasan Biklu, Behruz, Rawanshenasi khanewade, hal 132.
[9] . Al-Muttaqi, Ala-Addin Hisyam-Addin, Hindi, Kanz-Al-Ummal Fi Sunan Al-Aqwal Wa Al-Af’al, jilid 15, hal 855.
[10]
. Al-Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Al-kafi, cetakan kedua Tehran, Darul
Kutub Al-Islamiah, tahun 1413 HS, jilid 7, hal 16, foot note 2.
[11]
. Husein Zadeh, Ali, Sireh Tarbiyati Payombar wa Ahli Bait, jilid 1,
Tarbiyate Farzand, Qom, Pazuheshkadeh Hauzah wa Danishgah, cetakan
kedua, tahun 1382 HS, hal 40.
[12] . Tabarsi, Razi-Addin Abi Nasr-Al-Hasan bin Fadl, Makarim Al-Akhlak, Beirut, Darul Haura, tahun 1408 HQ, hal 115.
[13] . Dr. Shu’ari Nejat, Ali Akbar, Rawan Shenasi Rushd, Universitas Payame Nur, cetakan kelima, 1381 HS, hal 232.
[14] . Farhadian, Reza, Payehaye Asasi Sakhtare Shakhsiyat Insan dar Ta’lim wa Tarbiyat, Tauhid, cetakan pertama, 1376 HS, hal 44.
[15] . Ibid.
[16] . Ibid, hal 45.
[17] . Quran, Al-Ahzab: 21.
[18] . Quran, Al-Mumtahanah: 4.
sumber : salehlapadi.wordpress
No comments:
Post a Comment