Kontribusi Teknologi Pendidikan Dalam Pembangunan Pendidikan
Oleh Prof. Dr.
Yusufhadi Miarso, M.Sc
Pendahuluan
Teknologi merupakan
bagian integral dalam setiap budaya. Makin maju suatu budaya, makin banyak dan
makin canggih teknologi yang digunakan. Meskipun demikian masih banyak di
antara kita yang tidak menyadari akan hal itu. Sebenarnya 25 tahun yang lalu
Menteri Pendidikan Daoed Joesoef telah menyatakan bahwa “ Teknologi diterapkan
di semua bidang kehidupan, diantaranya bidang pendidikan,. Teknologi pendidikan
ini karenanya beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara integratif,
yaitu secara nasional berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang
pendidikan”. Pernyataan kebijakan itu merupakan penegasan dari penetapan
kebijakan sebelumnya, termasuk yang tertuang dalam PELITA I s/d III.
Apa yang
telah merupakan pernyataan kebijakan, masih dipersoalkan sampai saat ini.
Mungkin dengan dalih bahwa pernyataan Menteri yang terdahulu, tidak lagi
berlaku sekarang. Di kalangan akademik masih ada yang mempertanyakan apa
sebenarnya teknologi pendidikan itu, karena di Amerika Serikat saja yang ada
adalah istilah Instructional Design, Development and Education (IDDE di
Syracuse University, Instructional System Technology (IST di Indiana
University), bahkan organisasi profesi yang ada adalah AECT (Association for
Educational and Communications and Technology).
Mereka yang tidak tajam kemampuan
analisisnya, sifat teknologi pendidikan yang integratif seperti dinyatakan oleh
Daoed Joesoef, tidak mengetahui apa dan bagaimana wujud unsur teknologi
pendidikan yang telah terintegrasi tersebut. Mereka yang hanya mampu melihat
hasil akhir suatu produk atau sistem, misalnya meida pembelajaran, tidak akan
dapat mengetahui apa saja unsur yang membentuk produk tersebut, dan bagaimana
produk itu dihasilkan serta bagaimana produk tersebut berfungsi dalam sistem.
Menghadapi masih adanya sikap acuh tersebut,
para teknologi pendidikan baik praktisi maupun akademisi yang mempunyai
komitmen profesi harus berpikir dan bertindak proaktif untuk menanggapi sikap
tersebut, dengan membuktikan dan mengembangkan teknologi pendidikan sehingga
manfaatnya dapat dirasakan atau setidak-tidaknya diketahui oleh masyarakat
luas.
Dalam makalah
ini diungkap secara singkat wujud sumbangan Teknologi Pendidikan sebagai
disiplin keilmuan, sebagai profesi, da sebagai bidang garapan serta
kontribusinya dalam pembangunan pendidikan.
__________________
Konstribusi TP Dalam Pembangunan Pendidikan
Disiplin Keilmuan Teknologi Pendidikan
Terlebih
dahulu perlu diberikan batasan umum tentang pengertian teknologi, semua
teknologi termasuk teknolog pendidikan, yaitu :
· proses yang
meningkatkan nilai tambah;
· produk yang
digunakan dan/atau dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja
· struktur atau
sistem dimana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Teknologi memasak misalnya, adalah proses untuk mengolah
bahan mentah (sayuran, tahu, tempe, daging, garam, bumbu dsb). Dengan
menggunakan produk berupa pisau, wajan, panci, kompor, dsb. Untuk menghasilkan
produk berupa makanan, dan makanan itu sendiri merupakan komponen dari sistem
kelangsungan hidup berupa gizi atau nutrisi, yang perlu dilengkapi dengan
komponen lain seperti minum, olahraga, istirahat dsb.
Teknologi
pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri
sendiri. Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar
yang dijadikan patokan pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi
: ontologi atau rumusan tentang obyek formal atau pokok telaah yang merupakan
gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh bidang telaah lain; epistemologi
yaitu usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh kebenaran dalam pokok
telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai
seni dan keindahan atau estetika . (Miarso,2004)
Obyek formal
teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat
diartikan sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif
menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang
disebabkan karena pemikiran dan pengalaman. Belajar itu terjadi dimana saja,
kapan saja, dari apa atau siapa saja, dan dengan cara bagaimana saja.
Sedang gejala yang memerlukan penggarapan terhadap obyek
formal tersebut adalah :
1. Adanya
sejumlah besar orang yang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang
diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat diperoleh secara mandiri.
2. Adanya
berbagai sumber belajar baik yang terlah tersedia maupun yang dapat direkayasa,
tetapi belum dapat dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
3. Diperlukan
adanya suatu usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap
sumber-sumber tersebut dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan.
4. Diperlukan
adanya pengelolaan atas kegiatan dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber
untuk belajar tersebut secara efektif, efisien dan selaras.
Usaha khusus yang terarah dan terencana bukan sekedar
menambah apa yang kurang, menambal apa yang berlubang, dan menjahit apa yang
sobek. Menurut Banathy bukan hanya “doing more of the same”, ataupun upaya
untuk menjamin hasil yang diharapkan (Banathy, 1991). Pendekatan yang berbeda
itu adalah pendekatan yang memenuhi persyaratan, yaitu :
1. Pendekatan
isomeristik, yaitu yang menggabungkan berbagai kajian/bidang keilmuan
(psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, rekayasa teknik dsb) ke dalam suatu
kesatuan tersendiri;
2. Pendekatan
sistematik, yaitu dengan cara yang berurutan dan terarah dal;am usaha
memecahkan persoalan;
3. Pendekatan
sinergik, yaitu yang menjamin adanya nilai tambah dari keseluruhan kegiatan
dibandingkan dengan bila kegiatan itu dijalankan sendiri-sendiri, dan
4. Sistematik,
yaitu pengkajian secara menyeluruh
5. Inovatif,
yaitu mencari dan mengembangkan solusi yang baru
Usaha khusus dengan pendekatan inilah yang merupakan azas
epistemologi teknologi pendidikan.
Azas manfaat
atau aksiologi dari teknologi pendidikan dapat dinyatakan dengan kutipan
pendapat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef dalam Lokakarya
Nasional Teknologi Pendidikan di Yogyakarta pada tahun 1982 sebagai berikut :
“Teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas
terus-menerus karena adanya kebutuhan real yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya, yaitu (i) tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan
belajar; (ii) keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa, antara lain,
penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagai sarana pendidikan, dan peningkatan
kemampuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk pendidikan, dan peningkatan
kemampuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk pendidikan serta latihan; (iii)
penyempurnaan system pendidikan dengan penelitian dan pengembangan sesuai
dengan tantangan jaman dan kebutuhan pembangunan; (iv) peningkatan partisipasi
masyarakat dengan mengembangkan dan pemanfaatan berbagai wadah dan sumber
pendidikan; (v) penyempurnaan pelaksanaan interaksi antara pendidikan dan
pembangunan dimana manusia dijadikan pusat perhatian pendidikan.”
Pernyataan
kebijakan tersebut pada saat ini telah terwujudkan, baik sebagai konsep maupun
sebagai bentuk atau pola pelembagaan pendidikan. Konsep tersebut bahkan telah
dikukuhkan dengan ketentuan perundangan dan peraturan. Paling tidak ada lima
konsep dalam teknologi pendidikan yang telah terintegrasi dalam sistem
pendidikan dan tertuang dalam undang-undang Sisdiknas dan turunanna. Ke lima
konsep itu adalah : 1) pembelajaran yang berfokus pada peserta didik; 2) sumber
belajar yang beraneka; 3) pendekatan dari bawah (bottom-up approaches) dalam
mengelola kegiatan belajar dan implikasinya dalam satuan pendidikan; 4) sistem
pendidikan terbuka dan multi makna; dan 5) pendidikan jarak jauh.
Namun perlu
diperhatikan bahwa pembenaran secara falsafi, harus pula dilengkapi dengan
pembenaran ilmiah. Pembenaran ilmiah dilakukan dengan melalui tiga kategori
pendekatan yang berakar pada filsafat ilmu, Ke tiga pendekatan itu adalah
pengembangan, penelitian, dan penilaian yang diperlukan untuk menghasilkan
teori, model, sistem, pembuktian, program aksi, dan kebijakan. Kebenaran ilmiah
dalam disiplin teknologi pendidikan telah dan sedang dilakukan untuk
mengembangkan model, produk dan sistem, pengujian berbagai strategi dan media
pembelajaran, serta berbagai penilaian seperti penelusuran kebutuhan, penilaian
efektivitas tindakan dsb.
Perlu disadari bahwa semua bentuk
teknologi, termasuk teknologi pendidikan, adalah sistem yang diciptakan oleh
semua manusia untuk sesuatu tujuan tertentu, yang pada hasilnya, dan menghemat
tenaga serta sumber daya yang ada. Oleh karena itu teknologi itu pada
hakekatnya adalah tidak bebas nilai, karena terkandung adanya aturan etik dan
estetika dalam penciptaan dan penggunaannya. Namun ada orang-orang tertentu
yang menyalahgunakan makna dan/atau penggunaannya, dengan mengganggap teknologi
itu value-free atau empty of meaning.
Bertolak dari
landasan filsafat dan pembenaran ilmiah tersebut di atas, teknologi pendidikan
di definisikan sebagai teori dan praktek dalam merancang, mengembangkan
menerapkan, mengelola, menilai dan meneiliti proses, sumber dan sistem belajar.
Definisi ini merupakan adaptasi dari definisi yang dirumuskan oleh Seels dan
Richey (1994, h.10)
Profesi Teknologi Pendidikan.
Setiap
profesi paling sedikit harus memenuhi lima syarat. Pertama adalah pendidikan
dan pelatihan yang memadai, kedua adanya komitmen terhadap tugas
profesionalnya, ketiga adanya usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai
dengan kondisi lingkuingan dan tuntutan zaman, keempat adanya standar etik yang
harus dipatuhi, dan kelima adanya lapangan pengabdian yang khas.
Pendidikan
dan pelatihan dalam teknologi pendidikan telah dimulai pada tahun 1972, berupa
latihan utnuk mengembangkan bahan ajar melalui radio. Pada tahun 1974 mulai
diberikan matakuliah teknologi pendidikan di IKIP Jakarta, dan pada tahun 1976
dibuka pendidikan akademik jenjang Sarjana dalam program Teknologi Pendidikan
melalui kerjasama antara Tim Penyelenggara Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan
dan Kebudayaan (embrio Pustekkom) dengan IKIP Jakarta, Dua tahun kemudian pada
tahun 1978 dibuka pendidikan jenjang Magister dan Doktor Teknologi Pendidikan
di IKIP Jakarta. Program Pendidikan tersebut merupakan bagian integral dari
Proyek Pengembangan Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan yang sekaligus
bertujuan untuk membentuk teknologi pendidikan di Indonesia.
Mereka yang
berprofesi atau bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya
disebut Teknolog Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas
profesionalnya yang utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap
orang, derngan dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras
dengan karateristik masing-masing pebelajar (learners) serta perkembangan
lingkkungan. Karena lingkungan itu senantiasa berubah maka para Teknolog
Pendidikan harus senantiasa mengikuti perkembangan diri sesuai dengan kondisi
lingkkungan dan tuntutan zaman, termasuk selalu mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi.
Profesi ini
bukan profesi yang netral dan bebas nilai. Ia merupakan profesi memihak kepada
kepentingan pembelajar (learners) agar mereka memperoleh kesempatan untuk
belajar agar potensi dirinya dapat berkembang semaksimal mungkin. Profesi ini
jugas tidak bebas nilai karena masih banyak pertimbangan lain seperti sosial,
budaya, ekonomi dan rekayasa yang mempengaruhi, sehingga tindakannya harus
selaras dengan situasi dan kondisi serta berwawasan ke masa depan. Pada tahun
1987 didirikan Ikatan Profesi Teknologi
Pendidikan Indonesia (IPTPI) yang mempunyai Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga dan Kode Etik. Dalam kdoe etik tersebut dicantumkan kewenangan dan
kewajiban, yang antara lain kewajiban untuk selalu mengikuti perkembangan IKTEK
dan lingkungan . Kecuali itu juga dirumuskan tanggung jawab profesi kepada
perorangan, masyarakat, rekan sejawat dan organisasi.
Profesi
teknologi pendidikan, sebagaimana halnya semua profesi yang baru, menghadapi
tantangan yang inheren. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah pengakuan
atas profesi teknologi pendidikan. Yang saya prihatinkan adalah bawah pengakuan
profesi tersebut selalu dikaitkan dengan jabatan fungsional sebagai pegawai
negeri. Padahal pendidikan keahlian teknologi pendidikan pada prinsipnya tidak
mendidika calon pegawai negeri, melainkan
mereka yang mampu mengabdi dan berkarya untuk mengatasi masalah belajar
dimana saja. Jadi terpaksa kita harus mengikuti pengakuan profesi sebagai
jabatan fungsional pegawai negeri. Usul pengakuan jabatan fungsional tersebut
telah diajukan sejak tahun 1985 melalui Pustekkom Diknas (sewaktu masih dikenal
dengan Pusat TKPK). Upaya itu digalakkan lagi dengan lahirnya organisasi
profesi pada tahun 1987, dan berikutnya dengan ditetapkannya Undang-undang No.2
tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan selanjutnya Undang-Undang
No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan UU tersebut
dimungkinkan adanya jabatan pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik termasuk
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator dan sebutan lain sesuai kekhususan. Sementara pada kategori tenaga
kependidikan dimungkinkan adanya jabatan pamong belajar, peneliti, pengembang
dan teknisi sumber belajar.
Akademisi Teknologi
Pendidikan adalah mereka yang memperoleh pendidikan keahlian pada jenjang S1,
S2 dan S3 dalam program keahlian Teknologi Pendidikan. Praktisi adalah mereka
yang menguasai keterampilan, baik karena belajar mandiri, mengikuti kursus,
pemagangan, pelatihan dll. Tanpa perlu ijazah dalam salah satu atau lebih aspek
teknologi pendidikan, dengan derajat mampu, mahir dan ahli. Keterampilan
praktisi juga tidak perlu didukung dengan teori, konsep dan/atau hasil-hasil
penelitian,. Berbeda dengan akademisi yang harus mengikuti program pendidikan
khusus dan jangka waktu yang relatif panjang serta mengikuti ketentuan
kurikulum tertentu.
Latar
pengabdian Teknologi Pendidikan dapat dalam lingkungan pribadi, keluarga,
masyarakat, kursus, tempat ibadah dll. Dimana ada keperluan belajar. Sedangkan
produk pengabdian profesi dapat berupa media, sumber belajar lain, strategi dan
teknik belajar dan pembelajaran s/d rumusan kebijakan yang berkaitan dengan
masalah belajar.
Bidang Garapan Teknologi Pendidikan
Teknologi
pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena
adanya kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar-belajar lebih
efektif, lebih efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan sebagainya.
Untuk itu ada usaha dan produk yang sengaja dibuat dan ada yang ditemukan dan
dimanfaatkan. Namun perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat
pesat akhir-akhir ini dan menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula tidak
terbayangkan, telah membalik cara berpikir kita dengan “bagaimana mengambil
manfaat teknologi tersebut untuk mengatasi masalah belajar”.
Berdasarkan
uraian terdahulu obyek formal teknologi pendidikan dan profesi teknologi
pendidikan, dapat disimpulkan bahwa sidang garapan atau disebut pula praktek
teknologi pendidikan meliputi segala sesuatu dimana ada masalah belajar yang
perlu dipecahkan. Dalam Gambar 3 tentang Lapangan Pengabdian Teknolog Pendidikan, masalah belajar itu ada pada diri
pribadi, pada keluarga, pada lingkungan masyarakat, pada lingkungan tempat
ibadah, lingkungan lembaga pendidikan formal, lingkungan tempat kerja, dan pada
lembaga media (surat kabar, radio, televisi, telematika dsb).
Bertolak dari
sejarah perkembangan garapan teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14)
berpendapat bahwa awal muasal penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada
sekitar abad 600 SM. Mereka merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan
ilmunya kepada para peserta didik dengan berbagai cara, sepereti misalnya
dengan cara dialektik, dialogik, ceramah, dan penggunaan bahasa tubuh (body
language) seperti gerakan wajah, gerakan tangan dsb., dengan maksud agar
menarik perhatian dan agar ilmunya dapat ditransfer dengan baik, Ashby (1972,h
9-10) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan telah berlangsung empat
revolusi, yaitu pertama diserahkannya pendidikan anak dari orangtua atau
keluarga kepada guru; kedua guru yang diserahi tanggung jawab mendidik
melakukannya secara verbal dan unjuk kerja; ketigas dengan ditemukannya mesin
cetak sehingga bahan pelajaran dapat diperbanyak dan digunakan lebih luas; dan keempat dengan perkembanganya secara
pesat teknologi elektronik, terutama media komunikasi. Sekarang ini mungkin
perlu ditambah dengan revolusi kelima dengan berkembangnya teknologi informasi
yang serba digital.
Dalam lingkup
pendidikan formal, sejarah teknologi pendidikan dapat diruntut dari Kommensky
(Johann Amos Comenius) dengan bukunya Orbis Sensualium Pictus dan The Great
Didactic (terjemahan dalam bahass Inggris), dimana digunakan ilustrasi atau
gambar untuk menjelaskan konsep yang abstrak (Thompson, 1963,h.42). Dalam
lingkungan pendidikan sekolah di Indonesia dulu juga dikenal istilah didaktik
dan metodik. Bahkan di IKIP Jakarta (sekarang UNJ) jurusan Teknologi Pendidikan
dibuka dan dikembangkan sebagai penggabungan Jurusan Pendidikan Umum dan
Jurusan Didaktik Metodik pada tahun 1976.
Praktisi
teknologi pendidikan seperti digambarkan pada Gambar 3, dapat merupakan guru
yang menerapkan strategi pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM (Pembelajaran
Aktif, Interaktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) sesuai dengan tuntutan
dalam pembaharuan pendidikan. Guru tersebut mungkin memperoleh keterampilan
pembelajaran setelah mengikuti program Akta Mengajar, atau mengikuti penataran,
atau magang, atau pelatihan khusus yang dilaksanakan oleh yang berwenang.
Praktisi tersebut mungkin pula seorang yang mempunyai hobi elektronik, kemudian
belajar sendiri bagaimana membuat rekaman pembelajaran berupa PBK
( pembelajaran berbantuan komputer), atau rekaman video
permainan yang mendidik.
Masalah
belajar itu dialami oleh siapa saja sepanjang hidupnya, dimana-mana : di rumah,
disekolah, ditempat kerja, di tempat ibadah, dan di masyarakat, serta
berlangsung dengan apa saja dan dari apa saja. Berkembangnya teknologi
pendidikan itu tentu saja berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Mengingat bahwa obyek teknologi pendidikan adalah belajar (pada manusia) maka
ada usaha untuk menggantikan istilah “teknologi pendidikan” dengan “teknologi
pembelajaran”. Namun menurut pendapat saya karena pembelajaran tidak dapat
dilakukan pada anak usia dini (PAUD maupun TK), sedangkan belajar sepanjang
hayat meliputi mereka itu, maka saya cenderung tetap memakai istilah “teknologi
pendidikan”.
Kontribusi Teknologi Pendidikan
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, kontribusi teknologipendidikan dalam pembangunan
pendidikan dapat dibedakan dalam tigas kategori, yaitu konsep, tenaga profesi
dan kegiatan. Dalam pembahasan tentang azas manfaat teknologi pendidikan
sebagai disiplin keilmuan telah dikemukakan bahwa teknollgi pendidikan telah
dikemukakan bahwa teknologi pendidikan telah menyumbangkan sedikitnya lima
konsep dalam pembaharuan sistem pendidikan nasional. Istilah dan konsep
“pembelajaran” telah diciptakan dan digunakan dalam kalangan teknologi
pendidikan sejak tahun 1978. Istilah itu pada awalnya dihiraukan bahkan dicibirkan
oleh banyak kalangan pendidikan lain. Namun dalam UU Sisdiknas 2003, istilah
dan konsep tersebut dikukuhkan sebagai keharusan dalam proses pendidikan.
Pengertian “pembelajaran” dalam UU Sisdiknas adalah “proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar dalam lingkungan belajar”. Sedangkan
dalam konsep teknologi pendidikan, saya mendefinisikannya sebagai “proses
sistematik dan sistematik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
agar orang lain dapat secara aktif belajar sehingga mencapai kompetensi yang
diharapkan.”
Penggunaan
istilah “pembelajaran” bukan sekedar penggatian istilah “pengajaran”.
Berdasarkan Penjelasan PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
dinyatakan bahwa paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik
dalam mentransformasikan pengetahuan bergeser pada paradigma pembelajaran yang
memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi
dan kreativitas dirinya. Sedangkan visi teknologi pendidikan yang saya rumuskan
pada tahun 1987 telah terfokus kepada kepentingan peserta didik dengan rumusan
“terciptanya kondisi yang memungkinkan setiap orang berkembag potensinya secara
optimal, dengan dikembangkan dan dimanfaatkannya berbagai strategi dan sumber
belajar”. Fokus kepada pembelajar tersebut
telah merupakan kepedulian dalam kalangan teknologi pendidikan, dan
dituangkan sebagai perubahan paradigma teknologi pendidikan yang ketiga pada
tahun 1977 (AECT, 1977).
Penetapan
standar proses sebagai salah satu standar nasional pendidikan, dapat dikatakan
merupakan implementasi dari konsep teknologi pendidikan sebagai proses untuk
memperoleh nilai tambah. Langkah-langkah dalam standar proses yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan juga identik dengan proses
pembelajaran dalam konsep teknologi pendidikan. Demikian pula istilah dan
konsep tentang sumber belajar, pendidikan terbuka dan multi makna, manajemen
berbasis sekolah (yang merupakan
pendekatan bottom-up), dan pendidikan jarak jauh, saya yakin merupakan
kontribusi dari konsep teknologi pendidikan.
Kontribusi
berupa tenaga profesi, baik akademis maupun praktisi, dalam pembangunan
pendidikan tidak diragukan lagi. Para profesi
tersebut pada saat ini telah menyebar di dalam maupun ke luar lingkungan pendidikan, yaitu pada
lembaga pelatihan, lembaga pemerintahan, dan lembaga masyarakat, lembaga media massa (radio, televisi
dan surat
kabar), serta lembaga atau organisasi bisnis dan industri yang berniat menjadi
organisasi belajar. Mereka berkarya dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan
belajar dan biasanya bekerja dalam satu regu dengan aneka tugas, seperti
perancang pembelajaran, artis grafis, ahli media, ahli evaluasi, pemprograman
komputer, dan lain sebagainya. Para gurupun sebagian telah menjadi praktisi
teknologi pendidikan, yaitu dengan menerapkan kawaasan pemanfaatan dalam konsep
teknologi pendidikan.
Lembaga
penyelenggarea pendidikan profesi teknologi pendidikan sekarang ini ada dimana-mana,
dan telah berkembang sebagai suatu jaringan. Penyelenggaraan program akademik
sekarang ini telah tersebar sedikitnya di 37 perguruan tinggi negeri maupun
swasta, delapan di antaranya menyelenggarakan pendidikan hingga jenjang
Magister, dan tigas pada jenjang Doktor.
Konstribusi
yang berupa kegiatan, terwujud dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai pola
pendidikan dan pembelajaran. Program aplikasi teknologi pendidikan secara
nasional yang pada awal perkembangan semula dikoordinasikan oleh Pustekkom,
sekarang ini telah menyebar, dan bahkan dapat dikatakan telah mulai melembaga.
Hal ini terjadi karena telah banyaknya tenaga yang terdidik dalam bidang
teknologi pendidikan dan banyaknya kegiatan penerapan teknologi pendidikan yang
terintegrasi (imbedded) dalam kegiatan pendidikan maupun pembelajaran.
Program-program tersebut mempunyai skala dan tujuan yang berbeda-beda, seperti
sistem belajar di rumah (home-schooling), SLTP/MTs Terbuka, SMU Terbuka, KEJAR
Paket A,B, dan C, televisi pendidikan (serial pertama tentang pendidikan
karakter, ACI = Aku Cinta Indonesia), TV Edukasi, penataran guru melalui siaran
radio pendidikan, penggunaan berbagai strategi dan sumber belajar di sekolah
maupun lembaga pelatihan, Universitas Terbuka, dll. Keseluruhan kegiatan ini
sudah merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan.
Purnakata
Pendidikan
merupakan kepedulian semua orang, sehingga ada kecendrungan pendapat bahwa oleh
karena itu semua orang dengan sendirinya mengetahui dan memahami pendidikan.
Contohnya adalah kenyataan bahwa orang-orang dengan latar pendidikan apa saja
dapat memegang jabatan fungsional dalam bidang pendidikan. Ilmu pendidikan
telah berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan dan disiplin keilmuannya
sendiri. Salah satu wujud perkembangan itu adalah adanya disiplin keilmuan
khusus teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai
bagian integral dalam pendidikan, baik sebagai ilmu pengetahuan, bidang garapan
dan profesi.
Teknologi
pendidikan sebagai disiplin keilmuan, profesi dan bidang garapan telah
memberikan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan. Namun kontribusi
tersebut hanya akan berkembang dengan adanya komitmen sungguh-sungguh dar para
teknolog pendidikan. Pengakuan profesi dalam jabatan fungsional di lingkungan
pendidikan atau perekayasaan., bukan merupakan hal yang utama, karena lembaa
pendidikan profesi teknologi pendidikan diarahkan untuk mempersiap0kan calon
pegawai negeri, melainkan mereka yang peduli untuk mengatasi masalah belajar
dalam berbagai latar dengan berbagai produk.
Hal-hal yang
lebih penting dilakukan adalah menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi
pendidikan melalui berbagai kegiatan seperti penerbitan, penelitian,
pengembangan berbagai produk untuk belajar, seminar, lokakarya, pelatihan dll.
Besar harapan saya dalam pertemuan ini dapat dirumuskan tindakan bersama untuk
menjustifikasi keberadaan teknologi pendidikan serta untuk meningkatkan kinerja
lembaga maupun perorangan.
No comments:
Post a Comment