Saturday, May 23, 2015

Fungsi Pendidikan menurut Al-Qur'an

Sabtu, 23 Mei 2015

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan.
 
Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada di luar lingkungan formal.
Dalam kehidupan manusia tidak akan lepas dari yang namanya pendidikan. Pendidikan merupakan modal dasar dalam mencapai kehidupan yang sejahtera. Dalam pendidikan, terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi perkembangan periaku dan pribadi suatu individu yang harus dipahami bersama, diantaranya adalah pendidikan fisik, psikomotorik dan lain-lain.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses me-manusia-kan manusia (humanizing human being). Karena itu, semua yang ada dalam praktek pendidikan mestinya selalu memperhatikan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan dengan fitrah, sebagai mahkluk individu yang khas, dan sebagai mahluk sosial yang hidup dalam realitas sosial yang majemuk. Untuk itu, pemahaman yang utuh tentang karakter manusia wajib dilakukan sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Namun demikian, dalam realitasnya banyak praktek pendidikan yang tidak sesuai dengan misi tersebut.
Kenyataan bahwa proses pendidikan yang ada cenderung berjalan monoton, teacher-centered, top-down, mekanis, kognitif dan tujuan pendidikan kadang telah melenceng. Tidak heran jika ada kesan bahwa praktek dan proses pendidikan Islam steril dari konteks realitas, sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang jelas terhadap berbagai problem yang muncul. Pendidikan (khususnya agama) dianggap tidak cukup efektif memberikan memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah.
Karena itu, banyak gagasan muncul tentang perlunya melakukan perubahan terhadap pendidikan, termasuk melakukan perubahan paradigma dari praktek pendidikan yang selama ini berjalan.
Perlunya fungsi Pendidikan yang harus dimaknai sebagai upaya untuk membantu manusia mencapai realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaannya. Dengan pengertian ini, semua proses yang menuju pada terwujudnya optimalisasi potensi manusia, tanpa memandang tempat dan waktu, dikategorikan sebagai kegiatan pendidikan.
Maka dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan fungsi pendidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam dapat diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.
Secara umum, fungsi pendidikan berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Thun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Jadi, fungsi pendidikan dalam hidup manusia seperti contoh diatas tidak hanya mendapatkan hal duniawi saja tetapi pendidikan pun menjadi bekal di akherat nanti.
Fungsi pendidikan juga sebagai proses alih nilai, secara makro mempunyai tiga sasaran, antara lain :
-       Pertama, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang mempunyai keseimbangan antara kemampuan kognitif dan psikomotorik di satu pihak serta kemampuan afektif di pihak lain. Dalam konteks ke-Indonesia-an, hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan menghasilkan manusia yang berkepribadian, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang luhur, serta mempunyai wawasan, sikap kebangsaan dan menjaga seta memupuk jati dirinya. Dalam hal ini proses alih nilai dalam rangka proses pembudayaan.
-       Kedua, dalam sistem ini nilai yang dialihkan juga termasuk nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia yang senantiasa menjaga harmonisasi hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya.
-       Ketiga, dalam alih nilai juga dapat ditransformasikan tata nilai yang mendukung proses industrialisasi dan penerapan teknologi, seperti: penghargaan akan waktu, disiplin, etos kerja, kemandirian, kewirausahaan, dan sebagainya. Seperti diketahui, bahwa era industrialisasi yang berorientasi pada penggunaan teknologi memerlukan sikap dan pola pikir yang menunjang ke arah pemanpaatan dan penerapan teknologi tersebut. Sikap dan pola pikir yang mengarah pada penggunaan teknologi meliputi antara lain penggunaan waktu secara efisien, perencanaan ke masa depan, kreatif, inovatif, etos kerja yang tinggi. Nilai-nilai dan prinsip dasar semua itu dapat ditemukan dalam Al-Qur’an.
Selain yang dikemukakan diatas, pendidikan juga memilik beberapa fungsi, antara lain adalah sebagai berikut :
1.  Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari suatu generasi ke generasi lainnya. Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda.
Ada 3 bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggungjawab dan lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki misalnya tata cara perkawinan, dan tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
Disini tampak bahwa,proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas kenyiapkan peserta didik untuk hari esok.
2.  Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai sutu kegiatan yang sistematis dan sitemik dan terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang belum dewasa, dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terkhir disebut pendidikan diri sendiri.
3.  Pendidikan sebagai Proses Penyiapan warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
4.  Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidkan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memilki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan fungsi pendidikan
Dibawah ini penulis akan memaparkan beberapa kandungan ayat-ayat  Al-Qur’an yang berhubungan dengan fungsi pendidikan, diantaranya sebagai berikut :
1.      QS. Hud ayat 61 yang berbunyi :
Artinya :  Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (QS.Hud : 61)
[726] Maksudnya: Manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
Ayat diatas menerangkan nasib kaum Tsamud beserta Nabi utusan Allah yaitu Nabi Shaleh AS. Setelah Nabi Nuh AS dan Nabi Hud AS, Shaleh AS diutus oleh Allah SWT sebagai nabi. Sebagaimana seruan dan dakwah yang telah dilakukan oleh para nabi sebelum beliau, Nabi Shaleh AS juga menyeru kepada tauhid serta menjauhkan diri dari syirik dan penyembah berhala. Akan tetapi, ajaran para nabi tidaklah terbatas para urusan akhirat saja, melainkan juga terkait dengan urusan duniawi. Orang-orang mukmin diseru agar memikirkan alam akhirat dan duniawi secara seimbang. Mereka harus berupaya untuk memakmurkan bumi ini dan mengubahnya menjadi lingkungan yang sehat dan aman untuk kehidupan umat manusia.
Karena itulah, Nabi Shaleh AS berkata kepada kaumnya, "Allah SWT menyerahkan pemakmuran bumi ini di tangan manusia, karena itu kalian harus membuat kemakmuran di muka bumi ini." Setelah itu Nabi Shaleh AS mengatakan: “Kenapa kalian mencari harta dari jalan yang tidak halal? Kalian semestinya berupaya melalui bercocok tanam atau berternak hewan. Bertaubatlah kalian kepada Tuhan dari perbuatan dan sikap buruk ini, karena sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat hamba-hamba-Nya." 
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik, yaitu :
·      Hubungan para Nabi dengan masyarakat merupakan hubungan persaudaraan, dan bukan hubungan antara atasan dan bawahan.
·      Pembangunan dan pemakmuran bumi merupakan perintah Allah SWT kepada manusia.
2.      QS Ar-Ruum ayat 9, berbunyi :
Artinya : “Dan apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebihkuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. dan telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak Berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang Berlaku zalim kepada diri sendiri.” (QS.Ar-Ruum : 9)
Pada ayat ini Allah SWT memberi peringatan kepada orang-orang musyrik dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah SWT. Mereka sebenarnya selalu bepergian melakukan perdagangan dari Mekah ke Syiria dan Arab selatan dan negeri-negeri yang lain yang berada di sekitar Jaziratul Arab. Dalam perjalanan itu orang melalui negeri-negeri yang dihancurkan oleh Allah SWT, karena mendustakan Rasul-rasul yang telah diutus kepada mereka, seperti negeri-negeri kaum 'Ad, Samud, Madyan dan sebagainya. Umat-umat dahulu kala itu telah tinggi tingkat peradabannya, lebih perkasa dan kuat dari kaum musyrikin Quraisy itu. Umat-umat dahulu itu telah sanggup mengolah dan memakmurkan bumi, lebih baik dari yang mereka lakukan. Tetapi umat-umat itu mengingkari dan mendustakan Rasul-rasul yang diutus Allah SWT kepada mereka, karena itu Dia menghancurkan mereka dengan bermacam-macam malapetaka yang ditimpakan kepada mereka seperti sambaran petir, gempa yang dahsyat, angin kencang dan sebagainya.
Ayat ini merupakan peringatan kepada seluruh manusia di mana dan kapanpun mereka berada, agar mereka mengetahui dan menghayati hakikat hidup dan kehidupan, agar mereka mengetahui tujuan Allah SWT menciptakan manusia. Manusia diciptakan Allah SWT adalah sama tujuannya, sejak dahulu kala sampai saat ini juga pada masa yang akan datang, yaitu sebagai khalifah Allah di bumi dan beribadat kepada-Nya. Barangsiapa yang tujuan hidupnya tidak sesuai dengan yang digariskan Allah SWT, berarti mereka telah menyimpang dari tujuan itu dan hidupnya tidak akan diridai Allah SWT. Karena itu bagi mereka berlaku pula Sunah Allah SWT di atas. Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT sekali-kali tidak bermaksud menganiaya orang-orang kafir itu dengan menimpakan azab kepada mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya diri mereka sendiri, dengan mendustakan Rasul dan mendurhakai Allah SWT. 
Jadi, isi kandungan dan intisari dari kedua ayat tersebut diatas berhubungan dengan beberapa fungsi pendidikan diantaranya, adalah sebagai berikut :
1.         Mewujudkan kemakmuran hidup manusia dimuka bumi ini.
Adapun untuk mewujudkan kemakmuran hidup manusia dimuka bumi ini terdapat beberapa syarat yang harus ditempuhnya, antara lain :
a.       Memiliki jasmani dan mental yang kuat.
Sebagaimana Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 60, berbunyi :
Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Anfaal:60)
Ayat ini mengatakan, "Pasukan militer muslim harus kuat agar musuh merasa ketakutan dan tidak jadi melakukan penyerangan terhadap kaum Muslim. Dalam rangka memperkuat pasukan ini, kaum Muslimin harus menyumbangkan apa saja yang mereka mampu, demi terbentuknya pasukan Islam yang tangguh. Sumbangan itu bisa berupa senjata, fasilitas perang, atau kuda dan hewan tunggangan lain. Atas sumbangan dan peran serta kaum muslimin dalam pembentukan pasukan Muslim, Allah SWT akan memberi pahala yang setimpal.
 Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik :
a.  Kita tidak boleh bersikap pasif, yaitu menunggu dulu sampai ada serangan musuh, baru setelah itu bersiap-siap. Sebaliknya, kaum Muslimin harus selalu waspada dan mempersiapkan pasukan yang tangguh dan selalu siap siaga. Kesiapsiagaan pasukan muslim akan membuat musuh-musuh Islam gentar dan tidak akan menyerang kaum musuh.
b. Umat Islam tidak pernah lepas dari musuh selama mereka benar-benar umat Islam; karena kekuatan jahat dari kalangan manusia dan jin adalah musuh mereka.
c.  Kaitannya dengan pendidikan jasmani sangat jelas sekali, yaitu bahwa mempersiapkan kekuatan itu tidak bisa lepasa dengan pendidikan jasmani dalam arti yang luas  dan benar.
b.        Memiliki keterampilan (Skill)
Segabaimana Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat 33, yaitu :
Artinya : “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”. (QS. Ar-Rahman : 33)
Ayat diatas memiliki dua pengertian yang nampaknya berbeda akan tetapi dapat dipadukan, dua pengertian tersebut adalah :
·      Pengertian berdimensi akhirat, yaitu penegasan kepada jin dan manusia bahwa  pada hari pembalasan nanti mereka tidak akan dapat lari dari pembalasan Allah SWT. Sebab untuk lari dan keluar dari penjuru langit dan bumi memerlukan kekuatan dan kekuasaan. Sementara itu kekuasaan Allah SWT meliputi semua penjuru langit dan bumi, sedangkan kondisi mereka pada saat itu tidak mempunyai daya dan kekuatan.
·      Pengertian berdimensi dunia, bahwa manusia dan jin ditantang oleh Allah SWT untuk dapat menembus, melintasi dan menjelajah daerah-daerah samawi (luar angkasa) dan bumi. Untuk diambil manfaatnya bagi hidup dan kehidupan manusia. Tantangan Allah SWT tersebut juga diikuti oleh petunjuk dasar melakukannya, yaitu dengan “Sultan” yang berarti kekuatan dan kekuasaan, atau dengan kata lain kekuatan fisik serta penguasaan ilmu dan teknologi.
Dalam kaitan ini, perlu mendapatkan perhatian khusus bahwa teks Al-Qur’an tidak hanya menyebutkan penetrasi daerah-daerah samawi, akan tetapi juga penetrasi di bumi, dalam arti masuk dalam-dalam ke bumi.
Demikianlah salah satu dari ayat Al-Qur’an, permasalahannya adalah bukan bagaimana umat Islam atau non muslim mengakui kebenaran Al-Qur’an semata, lebih dari itu adalah bagaimana intelektual Islam dapat mengaktualisasikan dan mengimplementasi-kan Al-Qur’an ke dalam maraknya kemajuan ilmu dan teknologi masa kini.
c.      Memiliki kecerdasan (intelectuality)
 Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa ayat 6, berbunyi :
Artinya :  “Dan ujilah [269] anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).” (QS. A-Nisaa : 6)
[269] maksudnya: Mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai.
Bila seorang wali hendak menyerahkan harta anak-anak yatim kepada mereka, dia harus menguji mereka terlebih dahulu, apakah anak tersebut sudah bisa mengelola harta atau belum. Tidak boleh tergesa-gesa dan langsung memberikan tanpa diketahui apakah anak tersebut mampu atau tidak mengurusi hartanya. Ini dilakukan agar hartanya bisa terjaga dari madharat apapun bentuknya.
Apabila anak yatim memang sudah bisa mengurus harta, maka tidak apa menyerahkan harta kepada mereka. Selama wali mengurus anak yatim dan hartanya, tentu saja wali berhak untuk mendapatkan imbalan, sebagai ganti dari keringat dan jerih payahnya. Dia boleh mengambil harta anak yatim sesuai dengan standar gaji pengasuh. Tidak boleh melebihi itu, apalagi mengkorupsinya. Namun, apabila seorang wali anak yatim itu kaya, kehidupannya serba ada dan tidak kekurangan, sebaiknya tidak mengambil harta anak yatim meskipun dia mempunyai hak untuk itu. 
Apabila wali menyerahkan harta kepada anak yatim, Allah SWT memerintah-kan untuk mendatangkan saksi yang menyaksikan bahwa wali telah menyerahkan harta kepada anak yatim. Tujuan dari hal ini adalah untuk anak yatim dan wali itu sendiri. Untuk wali supaya dia tidak melakukan kezhaliman apapun dan untuk anak yatim supaya tidak terjadi kericuhan bila suatu saat nanti dia merasa ada harta yang belum dikembalikan. Perintah ini adalah wajib. Makna dari perintah di sini adalah keharusan seorang wali untuk mempersaksikan bahwa amanah yang ada di pundaknya kini telah pindah kepada pemiliknya di depan dua lelaki atau satu lelaki dan dua perempuan. Sehingga ketika suatu saat nanti bila si yatim mengaku bahwa wali belum menyerahkan hartanya, mereka bisa bersaksi. Sebab, bila tak ada saksi, maka yang dipakai adalah perkataan yatim. Dan cukuplah Allah SWT sebagai sebaik-baik pengawas dan saksi. Dia tak bisa dibodohi atau dibohongi. Tak ada syahid yang lebih afdhol dari Allah SWT.
Isi kandungan secara global dari QS. Al-Nisa’  pada ayat 6, adalah :
·      Jika anak yatim telah dewasa, maka untuk dapat menyerahkan harta tersebut  wali wajib menguji terlebih dahulu kecakapannya/kecerdasannya dalam mengelola harta.
·      Harus ada saksi yang menyaksikan serah terima harta anak yatim.
·      Bagi wali yang mampu, dilarang ikut memakan harta anak yatim. Sedangkan bagi yang tidak mampu diperkenankan mengambil harta tersebut sekedar keperluan dan tidak berlebihan.
d.     Memiliki Ilmu Pengetahuan
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 247, yaitu :
Artinya : “Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 247)
Ayat diatas menerangkan nabi mereka telah menetapkan Thalut sebagai raja yang memimpin mereka dalam suatu perkara yang memang harus memiliki pemimpin yang ahli dalam kepemimpinan, namun mereka menyayangkan ketetapan Nabi mereka untuk memilih Thalut sebagai raja mereka, padahal ada orang yang lebih baik rumahnya dan lebih banyak hartanya darinya, lalu Nabi mereka menjawab bahwa sesungguhnya Allah SWT telah memilihnya untuk kalian, karena Dia telah mengaruniakan kepadanya kekuatan ilmu tentang siasat dan kekuatan tubuh, yang mana kedua hal itu merupakan sarana keberanian, kemenangan dan keahlian dalam mengatur peperangan, dan bahwasanya raja itu tidaklah dengan banyaknya harta, dan tidak juga orang yang menjadi raja itu harus merupakan raja dan pemimpin pula dalam daerah-daerah mereka, karena Allah SWT memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. 
Pelajaran yang dapat kita petik dari ayat tersebut diatas bahwa Allah SWT menurunkan sesuatunya pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu yang mungkin tidak semua orang mengetahuinya, seperti ayat satu ini merupakan ayat yang mempunyai makna yang begitu dalam dan maksud tertentu mengenai ilmu pengetahuan dan sosok pemimpin yang Allah pilih untuk memimpin sebuah umat.
Segala macam bentuk ilmu pengetahuan yang kita umat muslim miliki merupakan titipan dari Allah SWT, kita harus bias menjaga apa yang telah Allah SWT titipkan kepada kita sebagai umat muslim. Disamping itu Allah SWT juga mempunyai kekuasaan dalam menentukan seseorang untuk menjadi seorang pemimpin sesuai kehendak dan kekuasaan-Nya yang mungkin tidak akan pernah bias kita sangka-sangka dan kira-kira, bila Allah SWT sudah menentukan seseorang menjadi pemimpin bagi umatnya berarti itulah menjadi pilihan terbaik yang Allah SWT pilihkan untuk kita sebagai umat muslim.
e.    Memiliki sikap disiplin yang tinggi
Sebagaimana Al-Qur’an Surat Al-‘Ashri ayat 1-3, adalah :
Artinya :
1.  Demi Masa,
2.  Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashri : 1-3)
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa manusia itu akan rugi jika ia lalai terhadap waktu. Ayat ini secara tegas menjelaskan bahwa bagi manusia yang tidak menghargai waktu untuk hal-hal yang bermanfaat niscaya manusia itu akan rugi. 
Islam mengajarkan kepada umatnya agar hidup disiplin dengan bekerja keras bersungguh-sungguh, jujur, hidup teratur dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya agar dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Disiplin merupakan pangkal dari keberhasilan. Supaya hidup teratur hendaklah kita pandai-pandai menggunakan waktu dengan membuat perencanaan yang baik. Sehingga dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan pada akhirnya dapat mencapai hasil yang memuaskan.
Pesan penting dari Allah SWT dalam surat Al-‘Ashri ayat 1-3 ini adalah : “Bahwa manusia akan merugi jika tidak memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam, yaitu dengan Iman (meyakini Islam), Amal Shalih (mengamalkan Islam), Taushiyah (mendakwahkan Islam) dan Shabar (teguh didalam melaksanakan segala tuntutan Islam).”
f.      Mempunyai etos kerja yang tinggi
Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 78, yaitu :
Artinya : “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu [993], dan (begitu pula) dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong”. (QS. Al-Hajj : 78)
[993] Maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
Penjelasan dari ayat diatas adalah jika kerja adalah ibadah dan status hukum ibadah pada dasarnya adalah wajib, maka status hukum bekerja pada dasarnya juga wajib. Kewajiban ini pada dasarnya bersifat individual, atau fardhu ‘ain, yang tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. Hal ini berhubungan langsung dengan pertanggung jawaban amal yang juga bersifat individual, dimana individullah yang kelak akan mempertanggungjawabkan amal masing-masing. Untuk pekerjaan yang langsung memasuki wilayah kepentingan umum, kewajiban menunaikannya bersifat kolektif atau sosial, yang disebut dengan fardhu kifayah, sehingga lebih menjamin terealisasikannya kepentingan umum tersebut. Namun, posisi individu dalam konteks kewajiban sosial ini tetap sentral. 
Setiap orang wajib memberikan kontribusi dan partisipasinya sesuai kapasitas masing-masing, dan tidak ada toleransi hingga tercapai tingkat kecukupan (kifayah) dalam ukuran kepentingan umum.
Syarat pokok agar setiap aktivitas/kerja kita bernilai ibadah ada dua, yaitu sebagai berikut :
·      Ikhlas, yakni mempunyai motivasi yang benar, yaitu untuk berbuat hal yang baik yang berguna bagi kehidupan dan dibenarkan oleh agama. Dengan proyeksi atau tujuan akhir meraih mardhatillah. 
·      Shawab (benar), yaitu sepenuhnya sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh agama melalui Rasulullah SAW untuk pekerjaan ubudiyah (ibadah khusus), dan tidak bertentangan dengan suatu ketentuan agama dalam hal muamalat (ibadah umum). Ketentuan ini sesuai dengan pesan Al-Qur’an.
Ketika kita memilih pekerjaan, maka haruslah didasarkan pada pertimbangan moral, apakah pekerjaan itu baik (amal shalih) atau tidak. Islam memuliakan setiap pekerjaan yang baik, tanpa mendiskriminasikannya, apakah itu pekerjaan otak atau otot, pekerjaan halus atau kasar, yang penting dapat dipertanggungjawabkan secara moral di hadapan Allah SWT. Pekerjaan itu haruslah tidak bertentangan dengan agama, berguna secara fitrah kemanusiaan untuk dirinya, dan memberi dampak positif secara sosial dan kultural bagi masyarakatnya. Karena itu, tangga seleksi dan skala prioritas dimulai dengan pekerjaan yang manfaatnya bersifat primer, kemudian yang mempunyai manfaat pendukung, dan terakhir yang bernilai guna sebagai pelengkap.
Dengan adanya etos kerja yang baik, diharapkan dapat memberi dampak yang baik pula pada hasil kerja dan tujuan kerja yang nantinya dapat dipergunakan untuk kebaikan, memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarga, menjaga diri dari pengangguran dan tindak kejahatan, menabung untuk hari tua dan hasrat meninggalkan warisan untuk anak dan cucu, dan bekerja untuk kepentingan orang lain, jika ditempuh dengan cara yang tidak baik maka hal ini tidak diperbolehkan (haram). Karena menurut islam antara tujuan dan cara kerja harus sama baik (halal).
Penerapan nilai-nilai agama yang berkaitan dengan etos kerja diharapkan mampu menjadi bagian dan inti sistem dari nilai-nilai yang ada dalam kerja bagi individu dan masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong atau penggerak serta mengontrol dari tindakan-tindakan para anggota masyarakat untuk tetap hidup dan bekerja sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam, terutama dikaitkan dengan kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia adalah beragama Islam, yang diharapkan mempunyai dampak yang langsung terhadap etos kerja individu dan masyarakat.
2.        Mewujudkan kebahagiaan
Selain mewujudkan kemakmuran hidup manusia, fungsi pendidikan yang lainnya adalah mewujudkan kebahagiaan. Adapun syarat-syarat untuk mewujudkan kebahagiaan adalah sebagai berikut :
a.      Tunduk kepada Allah SWT dan rasul-Nya
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 52, berbunyi :
Artinya :  “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan[1046].” (QS. An-Nur : 52)
[1046]  Yang dimaksud dengan takut kepada Allah SWT  ialah takut kepada Allah SWT disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan takwa ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi.
Intisari Al-Qur’an Surat An-Nuur ayat 52 adalah ta’at kepada seluruh aturan Allah dan rasul-Nya baik terhadap suruhan maupun larangan adalah loyalitas mutlak (tanpa reserve). Taat yang disertai dengan khasyyah (rasa takut) dan taqwa.
Mentaati Allah SWT dan rasul-Nya disertai dengan rasa takut dan taqwa adalah ciri akhlak mulia, menunjukkan suasana hati yang dipenuhi nur Ilahi, menunjukkan ketinggian jiwa seorang mu’min.
Seorang mu’min hakiki tidak akan pernah menundukkan kepalanya kecuali hanya kepada Allah Yang Maha Perkasa.
Adab dalam mentaati Allah SWT yang disertai dengan rasa takut dan taqwa itu ialah : 
1. Beristighfar setiap selesai melakukan ibadah, sebagai cerminan rasa takut jika dalam pelaksanaannya terdapat kekurangan atau kekhilafan sehingga tidak sesuai dengan Keagungan Allah SWT. Demikianlah Rasulullah SAW beristighfar setiap usai menjalankan shalat, dan beristighfar seratus kali setiap hari.
2. Tidak tasyaddud (memilih cara yang berat) dalam mentaati Allah SWT, tetapi menggunakan cara yang paling mudah selama hal itu tidak dilarang.
Sabda Nabi:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أَلاَ هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ , ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
Artinya :  Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW bahwa dia bersabda : “Binasalah orang-orang yang memberatkan diri”. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakannya tiga kali”. (H.R. Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ , وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ
Artinya: Diirwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia bersabda : “Sesungguhnya agama ini mudah , dan tidak ada orang yang memperberat agama ini kecuali ia akan mampu mengatasinya”. (Al Bukhari dan Nasa’i)
 3.  Melakukan semua amal kebajikan itu dengan ikhlas. Firman Allah SWT:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadanya”. (QS Al Bayyinah: 5)
b.      Bersikap Istiqamah
Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 112 yang berbunyi :
Artinya : “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud : 112)
Dari ayat diatas terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik :
1. Keteguhan dan komitmen pemimpin haruslah seiring dengan keteguhan dan komitmen umatnya. Tentu saja pemimpin harus tampil sebagai pelopor dalam hal ini.
2.  Dalam menghadapi para penentang, kita tidak boleh lemah dan mudah berdamai, juga tidak boleh berlebihan dan bertindak sewenang-wenang. Sikap moderat dan teguh, adalah sikap yang paling baik.
Dalam ayat tersebut Allah SWT menegaskan kepada Muhammad SAW untuk istiqamah dan tetap memegang teguh akidah atau tetap melaksanakan ajaran Allah SWT sebagaimana yang telah diperintahkan. Tetap salat, zakat, puasa, dan berbagai amalan baik lainnya yang diamanatkan Alquran. Amanat istikamah ini tak hanya bagi Nabi Muhammad SAW, tetapi juga bagi semua umat Islam yang telah mengucap kalimat syahadat.
Sejak turun ayat ini, Nabi Muhammad SAW tidak pernah lagi tertawa. Sampai ditegur Abu Bakar, "Wahai Nabi, kamu sudah beruban, ya." Nabi menjawab, "Saya beruban karena Surah Hud Ayat 112 ini." Nabi berkata demikian karena ia memandang amanat ayat tersebut sebagai beban yang berat untuk selalu istikamah atau berpegang teguh dalam ajaran agama secara sempurna sekaligus memberi contoh kepada umatnya dengan sempurna.
Sebenarnya istiqamah sendiri bisa berarti juga di tengah-tengah. Sebab, setan selalu menggoda manusia dari dua sisi, yakni melebihkan atau mengurangi sesuatu. Kita juga selalu diperintahkan mengendalikan emosi, tidak terlalu senang, tidak terlalu sedih, juga tidak terlalu marah, jadi berada di tengah-tengah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa istiqamah di jalan Allah SWT yakni selalu konsisten dalam menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya adalah kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, tanpa ada pengecualian.
c.         Bersikap sabar
Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Ath-Thuur ayat 48, berbunyi :
Artinya : “Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, Maka Sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri[1428].” (QS. Ath-Thuur : 48)

No comments:

Post a Comment