Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia.
Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia
menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia
tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam
sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama hidupnya selalu akan
mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga
lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan.
Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai
hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan
formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada
di luar lingkungan formal.
Dalam kehidupan manusia tidak akan lepas dari yang namanya pendidikan.
Pendidikan merupakan modal dasar dalam mencapai kehidupan yang sejahtera. Dalam
pendidikan, terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi perkembangan
periaku dan pribadi suatu individu yang harus dipahami bersama, diantaranya
adalah pendidikan fisik, psikomotorik dan lain-lain.
Pendidikan
pada hakekatnya merupakan proses me-manusia-kan manusia (humanizing human
being). Karena itu, semua yang ada dalam praktek pendidikan mestinya selalu
memperhatikan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan dengan fitrah, sebagai
mahkluk individu yang khas, dan sebagai mahluk sosial yang hidup dalam realitas
sosial yang majemuk. Untuk itu, pemahaman yang utuh tentang karakter manusia
wajib dilakukan sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Namun demikian, dalam
realitasnya banyak praktek pendidikan yang tidak sesuai dengan misi tersebut.
Kenyataan
bahwa proses pendidikan yang ada cenderung berjalan monoton, teacher-centered,
top-down, mekanis, kognitif dan tujuan pendidikan kadang telah melenceng. Tidak
heran jika ada kesan bahwa praktek dan proses pendidikan Islam steril dari
konteks realitas, sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang jelas
terhadap berbagai problem yang muncul. Pendidikan (khususnya agama) dianggap
tidak cukup efektif memberikan memberikan kontribusi dalam penyelesaian
masalah.
Karena
itu, banyak gagasan muncul tentang perlunya melakukan perubahan terhadap
pendidikan, termasuk melakukan perubahan paradigma dari praktek pendidikan yang
selama ini berjalan.
Perlunya fungsi Pendidikan yang harus dimaknai sebagai upaya untuk
membantu manusia mencapai realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi
kemanusiaannya. Dengan pengertian ini, semua proses yang menuju pada
terwujudnya optimalisasi potensi manusia, tanpa memandang tempat dan waktu,
dikategorikan sebagai kegiatan pendidikan.
Maka dalam makalah ini penulis berusaha menggali
dan mendeskripsikan fungsi pendidikan dalam Islam secara induktif dengan
melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, juga
memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara umum dalam
pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam dapat
diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.
Secara umum, fungsi
pendidikan berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Thun 2003, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Jadi, fungsi pendidikan
dalam hidup manusia seperti contoh diatas tidak hanya mendapatkan hal duniawi
saja tetapi pendidikan pun menjadi bekal di akherat nanti.
Fungsi
pendidikan juga sebagai proses alih nilai, secara makro mempunyai tiga sasaran,
antara lain :
- Pertama, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk
membentuk manusia yang mempunyai keseimbangan antara kemampuan kognitif dan
psikomotorik di satu pihak serta kemampuan afektif di pihak lain. Dalam konteks
ke-Indonesia-an, hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan menghasilkan manusia
yang berkepribadian, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang luhur,
serta mempunyai wawasan, sikap kebangsaan dan menjaga seta memupuk jati
dirinya. Dalam hal ini proses alih nilai dalam rangka proses pembudayaan.
- Kedua, dalam sistem ini nilai yang dialihkan juga
termasuk nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia yang senantiasa
menjaga harmonisasi hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan
alam sekitarnya.
- Ketiga, dalam alih nilai juga dapat
ditransformasikan tata nilai yang mendukung proses industrialisasi dan
penerapan teknologi, seperti: penghargaan akan waktu, disiplin, etos kerja,
kemandirian, kewirausahaan, dan sebagainya. Seperti diketahui, bahwa era
industrialisasi yang berorientasi pada penggunaan teknologi memerlukan sikap
dan pola pikir yang menunjang ke arah pemanpaatan dan penerapan teknologi
tersebut. Sikap dan pola pikir yang mengarah pada penggunaan teknologi meliputi
antara lain penggunaan waktu secara efisien, perencanaan ke masa depan,
kreatif, inovatif, etos kerja yang tinggi. Nilai-nilai dan prinsip dasar semua
itu dapat ditemukan dalam Al-Qur’an.
Selain yang
dikemukakan diatas, pendidikan juga memilik beberapa fungsi, antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Pendidikan
sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai
proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari suatu generasi ke generasi lainnya. Nilai-nilai kebudayaan tersebut
mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda.
Ada 3 bentuk
transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai
kejujuran, rasa tanggungjawab dan lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki
misalnya tata cara perkawinan, dan tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks
yang dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
Disini
tampak bahwa,proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya
secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas kenyiapkan peserta didik
untuk hari esok.
2. Pendidikan
sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai sutu kegiatan yang
sistematis dan sitemik dan terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta
didik. Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan
pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang belum dewasa, dan bagi
mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terkhir disebut pendidikan
diri sendiri.
3. Pendidikan
sebagai Proses Penyiapan warga Negara
Pendidikan
sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
4. Pendidikan
sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidkan
sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memilki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan fungsi pendidikan
Dibawah
ini penulis akan memaparkan beberapa kandungan ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan fungsi
pendidikan, diantaranya sebagai berikut :
1.
QS.
Hud ayat 61 yang berbunyi :
Artinya : Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka
shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak
ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu
mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku
Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (QS.Hud : 61)
[726] Maksudnya: Manusia
dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
Ayat diatas menerangkan
nasib kaum Tsamud beserta Nabi utusan Allah yaitu Nabi Shaleh AS. Setelah Nabi
Nuh AS dan Nabi Hud AS, Shaleh AS diutus oleh Allah SWT sebagai nabi.
Sebagaimana seruan dan dakwah yang telah dilakukan oleh para nabi sebelum
beliau, Nabi Shaleh AS juga menyeru kepada tauhid serta menjauhkan diri dari
syirik dan penyembah berhala. Akan tetapi, ajaran para nabi tidaklah terbatas
para urusan akhirat saja, melainkan juga terkait dengan urusan duniawi.
Orang-orang mukmin diseru agar memikirkan alam akhirat dan duniawi secara
seimbang. Mereka harus berupaya untuk memakmurkan bumi ini dan mengubahnya
menjadi lingkungan yang sehat dan aman untuk kehidupan umat manusia.
Karena itulah, Nabi Shaleh AS
berkata kepada kaumnya, "Allah SWT menyerahkan pemakmuran bumi ini di
tangan manusia, karena itu kalian harus membuat kemakmuran di muka bumi
ini." Setelah itu Nabi Shaleh AS mengatakan: “Kenapa kalian mencari harta
dari jalan yang tidak halal? Kalian semestinya berupaya melalui bercocok tanam
atau berternak hewan. Bertaubatlah kalian kepada Tuhan dari perbuatan dan sikap
buruk ini, karena sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat
hamba-hamba-Nya."
Dari ayat tadi terdapat dua
pelajaran yang dapat dipetik, yaitu :
·
Hubungan
para Nabi dengan masyarakat merupakan hubungan persaudaraan, dan bukan hubungan
antara atasan dan bawahan.
·
Pembangunan
dan pemakmuran bumi merupakan perintah Allah SWT kepada manusia.
2.
QS
Ar-Ruum ayat 9, berbunyi :
Artinya
: “Dan apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan
bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang
itu adalah lebihkuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah)
serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. dan
telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang
nyata. Maka Allah sekali-kali tidak Berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi
merekalah yang Berlaku zalim kepada diri sendiri.” (QS.Ar-Ruum
: 9)
Pada ayat ini Allah SWT memberi peringatan kepada orang-orang
musyrik dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah SWT. Mereka sebenarnya
selalu bepergian melakukan perdagangan dari Mekah ke Syiria dan Arab selatan
dan negeri-negeri yang lain yang berada di sekitar Jaziratul Arab. Dalam
perjalanan itu orang melalui negeri-negeri yang dihancurkan oleh Allah SWT,
karena mendustakan Rasul-rasul yang telah diutus kepada mereka, seperti
negeri-negeri kaum 'Ad, Samud, Madyan dan sebagainya. Umat-umat dahulu kala itu
telah tinggi tingkat peradabannya, lebih perkasa dan kuat dari kaum musyrikin
Quraisy itu. Umat-umat dahulu itu telah sanggup mengolah dan memakmurkan bumi,
lebih baik dari yang mereka lakukan. Tetapi umat-umat itu mengingkari dan
mendustakan Rasul-rasul yang diutus Allah SWT kepada mereka, karena itu Dia
menghancurkan mereka dengan bermacam-macam malapetaka yang ditimpakan kepada
mereka seperti sambaran petir, gempa yang dahsyat, angin kencang dan
sebagainya.
Ayat ini merupakan peringatan kepada seluruh manusia di mana
dan kapanpun mereka berada, agar mereka mengetahui dan menghayati hakikat hidup
dan kehidupan, agar mereka mengetahui tujuan Allah SWT menciptakan manusia.
Manusia diciptakan Allah SWT adalah sama tujuannya, sejak dahulu kala sampai
saat ini juga pada masa yang akan datang, yaitu sebagai khalifah Allah di bumi
dan beribadat kepada-Nya. Barangsiapa yang tujuan hidupnya tidak sesuai dengan
yang digariskan Allah SWT, berarti mereka telah menyimpang dari tujuan itu dan
hidupnya tidak akan diridai Allah SWT. Karena itu bagi mereka berlaku pula
Sunah Allah SWT di atas. Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT
sekali-kali tidak bermaksud menganiaya orang-orang kafir itu dengan menimpakan
azab kepada mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya diri mereka
sendiri, dengan mendustakan Rasul dan mendurhakai Allah SWT.
Jadi, isi kandungan dan intisari
dari kedua ayat tersebut diatas berhubungan dengan beberapa fungsi pendidikan diantaranya,
adalah sebagai berikut :
1.
Mewujudkan
kemakmuran hidup manusia dimuka bumi ini.
Adapun
untuk mewujudkan kemakmuran hidup manusia dimuka bumi ini terdapat beberapa
syarat yang harus ditempuhnya, antara lain :
a.
Memiliki jasmani dan mental yang kuat.
Sebagaimana
Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 60, berbunyi :
Artinya
: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang
kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu
nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu
tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS.
Al-Anfaal:60)
Ayat ini
mengatakan, "Pasukan militer muslim harus kuat agar musuh merasa ketakutan
dan tidak jadi melakukan penyerangan terhadap kaum Muslim. Dalam rangka
memperkuat pasukan ini, kaum Muslimin harus menyumbangkan apa saja yang mereka
mampu, demi terbentuknya pasukan Islam yang tangguh. Sumbangan itu bisa berupa
senjata, fasilitas perang, atau kuda dan hewan tunggangan lain. Atas sumbangan
dan peran serta kaum muslimin dalam pembentukan pasukan Muslim, Allah SWT akan
memberi pahala yang setimpal.
Dari ayat tadi terdapat dua
pelajaran yang dapat dipetik :
a. Kita tidak boleh bersikap pasif, yaitu
menunggu dulu sampai ada serangan musuh, baru setelah itu bersiap-siap.
Sebaliknya, kaum Muslimin harus selalu waspada dan mempersiapkan pasukan yang
tangguh dan selalu siap siaga. Kesiapsiagaan pasukan muslim akan membuat
musuh-musuh Islam gentar dan tidak akan menyerang kaum musuh.
b. Umat Islam tidak pernah lepas dari musuh selama
mereka benar-benar umat Islam; karena kekuatan jahat dari kalangan manusia
dan jin adalah musuh mereka.
c. Kaitannya
dengan pendidikan jasmani sangat jelas sekali, yaitu bahwa mempersiapkan
kekuatan itu tidak bisa lepasa dengan pendidikan jasmani dalam arti yang
luas dan benar.
b.
Memiliki
keterampilan (Skill)
Segabaimana
Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat 33, yaitu :
Artinya : “Hai jama'ah jin dan
manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka
lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”. (QS. Ar-Rahman :
33)
Ayat diatas memiliki dua pengertian yang nampaknya berbeda akan
tetapi dapat dipadukan, dua pengertian tersebut adalah :
·
Pengertian berdimensi akhirat, yaitu
penegasan kepada jin dan manusia bahwa pada
hari pembalasan nanti mereka tidak akan dapat lari dari pembalasan Allah SWT. Sebab
untuk lari dan keluar dari penjuru langit dan bumi memerlukan kekuatan dan
kekuasaan. Sementara itu kekuasaan Allah SWT meliputi semua penjuru langit dan
bumi, sedangkan kondisi mereka pada saat itu tidak mempunyai daya dan kekuatan.
·
Pengertian berdimensi dunia, bahwa
manusia dan jin ditantang oleh Allah SWT untuk dapat menembus, melintasi dan
menjelajah daerah-daerah samawi (luar angkasa) dan bumi. Untuk diambil
manfaatnya bagi hidup dan kehidupan manusia. Tantangan Allah SWT tersebut juga
diikuti oleh petunjuk dasar melakukannya, yaitu dengan “Sultan” yang berarti
kekuatan dan kekuasaan, atau dengan kata lain kekuatan fisik serta penguasaan
ilmu dan teknologi.
Dalam kaitan
ini, perlu mendapatkan perhatian khusus bahwa teks Al-Qur’an tidak hanya
menyebutkan penetrasi daerah-daerah samawi, akan tetapi juga penetrasi di bumi,
dalam arti masuk dalam-dalam ke bumi.
Demikianlah
salah satu dari ayat Al-Qur’an, permasalahannya adalah bukan bagaimana umat
Islam atau non muslim mengakui kebenaran Al-Qur’an semata, lebih dari itu
adalah bagaimana intelektual Islam dapat mengaktualisasikan dan mengimplementasi-kan
Al-Qur’an ke dalam maraknya kemajuan ilmu dan teknologi masa kini.
c.
Memiliki
kecerdasan (intelectuality)
Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa
ayat 6, berbunyi :
Artinya : “Dan ujilah [269] anak yatim itu
sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka
telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka
harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka
dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia
menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin,
Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu
menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi
(tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksian itu).” (QS. A-Nisaa : 6)
[269] maksudnya:
Mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka,
kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai.
Bila seorang
wali hendak menyerahkan harta anak-anak yatim kepada mereka, dia harus menguji
mereka terlebih dahulu, apakah anak tersebut sudah bisa mengelola harta atau
belum. Tidak boleh tergesa-gesa dan langsung memberikan tanpa diketahui apakah
anak tersebut mampu atau tidak mengurusi hartanya. Ini dilakukan agar hartanya
bisa terjaga dari madharat apapun bentuknya.
Apabila anak
yatim memang sudah bisa mengurus harta, maka tidak apa menyerahkan harta kepada
mereka. Selama wali mengurus anak yatim dan hartanya, tentu saja wali berhak
untuk mendapatkan imbalan, sebagai ganti dari keringat dan jerih payahnya. Dia
boleh mengambil harta anak yatim sesuai dengan standar gaji pengasuh. Tidak
boleh melebihi itu, apalagi mengkorupsinya. Namun, apabila seorang wali anak
yatim itu kaya, kehidupannya serba ada dan tidak kekurangan, sebaiknya tidak
mengambil harta anak yatim meskipun dia mempunyai hak untuk itu.
Apabila wali
menyerahkan harta kepada anak yatim, Allah SWT memerintah-kan
untuk mendatangkan saksi yang menyaksikan bahwa wali telah menyerahkan
harta kepada anak yatim. Tujuan dari hal ini adalah untuk anak yatim dan wali
itu sendiri. Untuk wali supaya dia tidak melakukan kezhaliman apapun dan untuk
anak yatim supaya tidak terjadi kericuhan bila suatu saat nanti dia merasa ada
harta yang belum dikembalikan. Perintah ini adalah wajib. Makna dari perintah
di sini adalah keharusan seorang wali untuk mempersaksikan bahwa amanah yang
ada di pundaknya kini telah pindah kepada pemiliknya di depan dua lelaki atau
satu lelaki dan dua perempuan. Sehingga ketika suatu saat nanti bila si yatim
mengaku bahwa wali belum menyerahkan hartanya, mereka bisa bersaksi. Sebab,
bila tak ada saksi, maka yang dipakai adalah perkataan yatim. Dan cukuplah
Allah SWT sebagai sebaik-baik pengawas dan saksi. Dia tak
bisa dibodohi atau dibohongi. Tak ada syahid yang lebih afdhol dari Allah SWT.
Isi
kandungan secara global dari QS. Al-Nisa’ pada ayat 6, adalah :
·
Jika anak yatim telah dewasa, maka untuk dapat
menyerahkan harta tersebut wali wajib menguji terlebih dahulu
kecakapannya/kecerdasannya dalam mengelola harta.
·
Harus ada saksi yang menyaksikan serah terima harta
anak yatim.
·
Bagi wali yang mampu, dilarang ikut memakan harta anak
yatim. Sedangkan bagi yang tidak mampu diperkenankan mengambil harta tersebut
sekedar keperluan dan tidak berlebihan.
d. Memiliki Ilmu Pengetahuan
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
ayat 247, yaitu :
Artinya : “Nabi
mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat
Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah
Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang
diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata:
"Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang
Luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” (QS.
Al-Baqarah : 247)
Ayat diatas menerangkan nabi mereka telah menetapkan Thalut sebagai
raja yang memimpin mereka dalam suatu perkara yang memang harus memiliki
pemimpin yang ahli dalam kepemimpinan, namun mereka menyayangkan ketetapan Nabi
mereka untuk memilih Thalut sebagai raja mereka, padahal ada orang yang lebih
baik rumahnya dan lebih banyak hartanya darinya, lalu Nabi mereka menjawab
bahwa sesungguhnya Allah SWT telah memilihnya untuk kalian, karena Dia
telah mengaruniakan kepadanya kekuatan ilmu tentang siasat dan kekuatan tubuh,
yang mana kedua hal itu merupakan sarana keberanian, kemenangan dan keahlian
dalam mengatur peperangan, dan bahwasanya raja itu tidaklah dengan banyaknya
harta, dan tidak juga orang yang menjadi raja itu harus merupakan raja dan
pemimpin pula dalam daerah-daerah mereka, karena Allah SWT memberikan
kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Pelajaran yang dapat kita petik dari ayat tersebut diatas bahwa Allah
SWT menurunkan sesuatunya pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu yang
mungkin tidak semua orang mengetahuinya, seperti ayat satu ini merupakan ayat
yang mempunyai makna yang begitu dalam dan maksud tertentu mengenai ilmu
pengetahuan dan sosok pemimpin yang Allah pilih untuk memimpin sebuah umat.
Segala macam bentuk ilmu pengetahuan yang kita umat muslim miliki
merupakan titipan dari Allah SWT, kita harus bias menjaga apa yang telah Allah
SWT titipkan kepada kita sebagai umat muslim. Disamping itu Allah SWT juga
mempunyai kekuasaan dalam menentukan seseorang untuk menjadi seorang pemimpin
sesuai kehendak dan kekuasaan-Nya yang mungkin tidak akan pernah bias kita
sangka-sangka dan kira-kira, bila Allah SWT sudah menentukan seseorang menjadi
pemimpin bagi umatnya berarti itulah menjadi pilihan terbaik yang Allah SWT pilihkan
untuk kita sebagai umat muslim.
e. Memiliki
sikap disiplin yang tinggi
Sebagaimana Al-Qur’an Surat Al-‘Ashri ayat 1-3, adalah
:
Artinya :
1. Demi Masa,
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian,
3. Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashri
: 1-3)
Ayat diatas
menjelaskan kepada kita bahwa manusia itu akan rugi jika ia lalai terhadap
waktu. Ayat ini secara tegas menjelaskan bahwa bagi manusia yang tidak
menghargai waktu untuk hal-hal yang bermanfaat niscaya manusia itu akan
rugi.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar hidup disiplin dengan bekerja
keras bersungguh-sungguh, jujur, hidup teratur dan memanfaatkan waktu
sebaik-baiknya agar dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Disiplin
merupakan pangkal dari keberhasilan. Supaya hidup teratur hendaklah kita
pandai-pandai menggunakan waktu dengan membuat perencanaan yang baik. Sehingga
dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan pada
akhirnya dapat mencapai hasil yang memuaskan.
Pesan penting dari Allah SWT dalam surat Al-‘Ashri ayat 1-3 ini adalah : “Bahwa
manusia akan merugi jika tidak memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam,
yaitu dengan Iman (meyakini Islam), Amal Shalih (mengamalkan Islam), Taushiyah
(mendakwahkan Islam) dan Shabar (teguh didalam melaksanakan segala tuntutan
Islam).”
f. Mempunyai etos kerja yang tinggi
Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 78,
yaitu :
Artinya : “Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai
kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu [993], dan (begitu
pula) dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan
supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong”. (QS. Al-Hajj
: 78)
[993]
Maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum
Nabi Muhammad SAW.
Penjelasan dari ayat diatas adalah jika kerja adalah ibadah dan
status hukum ibadah pada dasarnya adalah wajib, maka status hukum bekerja pada
dasarnya juga wajib. Kewajiban ini pada dasarnya bersifat individual, atau
fardhu ‘ain, yang tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. Hal ini berhubungan
langsung dengan pertanggung jawaban amal yang juga bersifat individual, dimana
individullah yang kelak akan mempertanggungjawabkan amal masing-masing. Untuk
pekerjaan yang langsung memasuki wilayah kepentingan umum, kewajiban
menunaikannya bersifat kolektif atau sosial, yang disebut dengan fardhu
kifayah, sehingga lebih menjamin terealisasikannya kepentingan umum tersebut.
Namun, posisi individu dalam konteks kewajiban sosial ini tetap sentral.
Setiap orang wajib memberikan kontribusi dan partisipasinya sesuai
kapasitas masing-masing, dan tidak ada toleransi hingga tercapai tingkat
kecukupan (kifayah) dalam ukuran kepentingan umum.
Syarat pokok agar setiap aktivitas/kerja kita bernilai ibadah ada
dua, yaitu sebagai berikut :
· Ikhlas, yakni mempunyai motivasi yang benar, yaitu untuk berbuat hal yang
baik yang berguna bagi kehidupan dan dibenarkan oleh agama. Dengan proyeksi
atau tujuan akhir meraih mardhatillah.
· Shawab (benar), yaitu sepenuhnya sesuai dengan
tuntunan yang diajarkan oleh agama melalui Rasulullah SAW untuk pekerjaan
ubudiyah (ibadah khusus), dan tidak bertentangan dengan suatu ketentuan agama
dalam hal muamalat (ibadah umum). Ketentuan ini sesuai dengan pesan Al-Qur’an.
Ketika
kita memilih pekerjaan, maka haruslah didasarkan pada pertimbangan moral,
apakah pekerjaan itu baik (amal shalih) atau tidak. Islam memuliakan setiap
pekerjaan yang baik, tanpa mendiskriminasikannya, apakah itu pekerjaan otak atau
otot, pekerjaan halus atau kasar, yang penting dapat dipertanggungjawabkan
secara moral di hadapan Allah SWT. Pekerjaan itu haruslah tidak bertentangan
dengan agama, berguna secara fitrah kemanusiaan untuk dirinya, dan memberi
dampak positif secara sosial dan kultural bagi masyarakatnya. Karena itu,
tangga seleksi dan skala prioritas dimulai dengan pekerjaan yang manfaatnya
bersifat primer, kemudian yang mempunyai manfaat pendukung, dan terakhir yang
bernilai guna sebagai pelengkap.
Dengan
adanya etos kerja yang baik, diharapkan dapat memberi dampak yang baik pula
pada hasil kerja dan tujuan kerja yang nantinya dapat dipergunakan untuk
kebaikan, memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarga, menjaga diri dari
pengangguran dan tindak kejahatan, menabung untuk hari tua dan hasrat
meninggalkan warisan untuk anak dan cucu, dan bekerja untuk kepentingan orang
lain, jika ditempuh dengan cara yang tidak baik maka hal ini tidak
diperbolehkan (haram). Karena menurut islam antara tujuan dan cara kerja harus
sama baik (halal).
Penerapan
nilai-nilai agama yang berkaitan dengan etos kerja diharapkan mampu menjadi
bagian dan inti sistem dari nilai-nilai yang ada dalam kerja bagi individu dan
masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong atau penggerak serta
mengontrol dari tindakan-tindakan para anggota masyarakat untuk tetap hidup dan
bekerja sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam, terutama dikaitkan dengan
kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia adalah beragama Islam, yang
diharapkan mempunyai dampak yang langsung terhadap etos kerja individu dan
masyarakat.
2.
Mewujudkan kebahagiaan
Selain mewujudkan kemakmuran hidup
manusia, fungsi pendidikan yang lainnya adalah mewujudkan kebahagiaan. Adapun
syarat-syarat untuk mewujudkan kebahagiaan adalah sebagai berikut :
a. Tunduk
kepada Allah SWT dan rasul-Nya
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat
52, berbunyi :
Artinya : “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan
Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah
orang- orang yang mendapat kemenangan[1046].” (QS. An-Nur : 52)
[1046] Yang dimaksud dengan takut kepada Allah SWT ialah takut kepada Allah SWT disebabkan
dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan takwa ialah
memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi.
Intisari Al-Qur’an Surat An-Nuur ayat 52 adalah ta’at kepada
seluruh aturan Allah dan rasul-Nya baik terhadap suruhan maupun larangan adalah
loyalitas mutlak (tanpa reserve). Taat yang disertai dengan khasyyah (rasa
takut) dan taqwa.
Mentaati Allah SWT dan rasul-Nya disertai dengan rasa takut dan
taqwa adalah ciri akhlak mulia, menunjukkan suasana hati yang dipenuhi nur
Ilahi, menunjukkan ketinggian jiwa seorang mu’min.
Seorang mu’min hakiki tidak akan pernah menundukkan kepalanya
kecuali hanya kepada Allah Yang Maha Perkasa.
Adab dalam mentaati Allah SWT yang disertai dengan rasa takut dan
taqwa itu ialah :
1. Beristighfar setiap selesai melakukan ibadah, sebagai
cerminan rasa takut jika dalam pelaksanaannya terdapat kekurangan atau
kekhilafan sehingga tidak sesuai dengan Keagungan Allah SWT. Demikianlah
Rasulullah SAW beristighfar setiap usai menjalankan shalat, dan
beristighfar seratus kali setiap hari.
2. Tidak tasyaddud (memilih cara yang berat) dalam
mentaati Allah SWT, tetapi menggunakan cara yang paling mudah selama hal itu
tidak dilarang.
Sabda
Nabi:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أَلاَ هَلَكَ
الْمُتَنَطِّعُونَ , ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
Artinya : Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dari
Rasulullah SAW bahwa dia bersabda : “Binasalah orang-orang yang memberatkan
diri”. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakannya tiga kali”. (H.R. Muslim,
Abu Dawud dan Ahmad)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ , وَلَنْ
يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ
Artinya: Diirwayatkan
dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia
bersabda : “Sesungguhnya agama ini mudah , dan tidak ada orang yang memperberat
agama ini kecuali ia akan mampu mengatasinya”. (Al
Bukhari dan Nasa’i)
3. Melakukan semua amal kebajikan
itu dengan ikhlas. Firman Allah SWT:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadanya”. (QS Al Bayyinah:
5)
b. Bersikap
Istiqamah
Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 112 yang
berbunyi :
Artinya : “Maka tetaplah kamu pada
jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang
telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia
Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud : 112)
Dari ayat diatas
terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik :
1. Keteguhan dan komitmen pemimpin haruslah seiring dengan
keteguhan dan komitmen umatnya. Tentu saja pemimpin harus tampil sebagai
pelopor dalam hal ini.
2. Dalam menghadapi para
penentang, kita tidak boleh lemah dan mudah berdamai, juga tidak boleh
berlebihan dan bertindak sewenang-wenang. Sikap moderat dan teguh, adalah sikap
yang paling baik.
Dalam ayat tersebut Allah SWT menegaskan kepada Muhammad SAW untuk
istiqamah dan tetap memegang teguh akidah atau tetap melaksanakan ajaran Allah SWT
sebagaimana yang telah diperintahkan. Tetap salat, zakat, puasa, dan berbagai
amalan baik lainnya yang diamanatkan Alquran. Amanat istikamah ini tak hanya
bagi Nabi Muhammad SAW, tetapi juga bagi semua umat Islam yang telah mengucap
kalimat syahadat.
Sejak turun ayat ini, Nabi Muhammad SAW tidak pernah lagi tertawa.
Sampai ditegur Abu Bakar, "Wahai Nabi, kamu sudah beruban, ya." Nabi
menjawab, "Saya beruban karena Surah Hud Ayat 112 ini." Nabi berkata
demikian karena ia memandang amanat ayat tersebut sebagai beban yang berat untuk
selalu istikamah atau berpegang teguh dalam ajaran agama secara sempurna
sekaligus memberi contoh kepada umatnya dengan sempurna.
Sebenarnya istiqamah sendiri bisa berarti juga di tengah-tengah.
Sebab, setan selalu menggoda manusia dari dua sisi, yakni melebihkan atau
mengurangi sesuatu. Kita juga selalu diperintahkan mengendalikan emosi, tidak
terlalu senang, tidak terlalu sedih, juga tidak terlalu marah, jadi berada di
tengah-tengah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa istiqamah di jalan
Allah SWT yakni selalu konsisten dalam menjalankan perintah Allah SWT dan
menjauhi larangan-Nya adalah kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, tanpa ada
pengecualian.
c.
Bersikap sabar
Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Ath-Thuur ayat 48,
berbunyi :
Artinya
: “Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, Maka Sesungguhnya kamu
berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika
kamu bangun berdiri[1428].” (QS. Ath-Thuur : 48)
No comments:
Post a Comment